Beranda | Artikel
Ada Apa Dengan Acara Rebo Wekasan?
Rabu, 15 November 2017

Rebo wekasan diambil dari bahasa jawa. Rebo artinya hari rabu dan wekasan artinya terakhir.

Adapun yang dimaksud di sini adalah acara ritual yang biasa dilakukan sebagian masyarakat pada hari rabu akhir bulan Safar karena menurut persepsi mereka saat itu adalah saat petaka.

Acaranya adalah salat empat rakaat, setiap rakaat membaca surat al-Fatihah satu kali, surat al-Kautsar tujuh belas kali, surat al-Ikhlas lima belas kali, surat al-Falaq dan an-Nas dua kali kemudian membaca doa bikinan mereka yang berisi kesyirikan dan kesesatan.

Demikian juga mereka berkumpul-kumpul di masjid menunggu rajah-rajah bikinan kyai mereka lalu menaruhnya di gelas dan meminumnya.

Tidak hanya di situ, mereka juga mengadakan perayaan makan-makan lalu berjalan di rumput-rumput dengan keyakinan agar sembuh dari segala penyakit.

Tidak ragu lagi bahwa semua itu termasuk ritual jahiliyah yang merusak disebabkan kejahilan terhadap agama, lemahnya tauhid, suburnya ahli bid’ah dan penyesat umat serta minimnya para penyeru tauhid. (Lihat Tahdzirul Muslimin ‘anil Ibtida’ fi Din, Ibnu Hajar Alu Abu Thomi, hlm. 281, Ishlahul Masajid al-Qosimi hlm. 116, al-Bida’ al-Hauliyyah at-Tuwaijiri hlm. 126-132).

Bila kita cermati khurafat di atas, niscaya akan kita dapati keduanya kembali pada masalah Tathoyyur yaitu merasa sial dengan burung atau lainnya yang hal ini termasuk kategori perkara jahiliyah yang dibatalkan Islam.

Perlu diketahui bahwa khurafat ini sampai sekarang masih bercokol di sebagian masyarakat.

Sebagai contoh, sebagian masyarakat masih meyakini bila ada burung gagak melintas di atas maka itu pertanda akan ada orang mati, bila burung hantu berbunyi pertanda ada pencuri, bila mau beergian lalu di jalan dia menemui ular menyebrang maka pertanda kesialan sehingga perjalanan harus diurungkan.

Demikian pula ada yang merasa sial dengan bulan Dzulqa’dah (selo; jawa) dan bulan Muharram (suro: jawa), hari jum’at kliwon, ada juga yang merasa sial dengan angka seperti angka 13 dan sebagainya. (Lihat secara lebih luas masalah ini dalam risalah Ath-Tathoyyur oleh Syaikh Ibrahim al-Hamd).

Sebaliknya, hendaknya kita bertawakal yakni menyerahkan segala urusan sepenuhnya kepada Allah, karena salah satu hikmah di balik peniadaan Nabi terhadap khurafat-khurafat jahiliyah dalam hadits ini adalah agar seorang muslim benar-benar bertawakal bulat kepada Allah tanpa melirik kepada selainNya.

Kalau sekirannya dia bimbang dalam melangkah, maka hendaknya dia melakukan shalat istikharah, berdoa kepada Allah dan bermusyawarah kepada orang-orang yang berpengalaman. Dengan demikian insyallah dia akan melangkah dengan penuh optimis diri.

Baca juga: Menjawab Syubhat Pembela Ritual Tahlilan

Penulis: Ustaz Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi


Artikel asli: https://muslim.or.id/34316-ada-apa-dengan-acara-rebo-wekasan.html